Rabu, 03 Februari 2016

AOZORA (7) come back


Akan ada saat di mana kita tak bernafsu menginginkan sesuatu. Tak lagi berharap lebih dan berlari mengejar segala hal. saat di mana hati kita terasa penuh tapi kosong. Saat di mana hati kita terisi, tapi hampa.

Kita hanya butuh satu hal.
Ampunan-Nya.

***

Akan ada waktu di mana kita memilih berhenti dan sekedar merenung. Keindahan dunia menjadi tak seindah dulu dan kebahagiaan bumi berubah jadi semu.

Dan kita tersadar...
Tujuan masih jauh, bahkan sejauh memandang seolah tak akan terengkuh.

***

Kita terlalu sibuk mengejar, tanpa bertanya, apakah Dia membukakan pintuNya untuk kita. Terlalu percaya, kita lebih dekat, tanpa bertanya apakah Dia melihat kita walau sesaat.

***

Akan ada waktu di mana kita mulai takut mati. Takut yang terlambat datang ketika maut sudah lebih dulu membisikan ketakutan.

***

AOZORA (4) virus


Bukan waktu yang memberikan kesempatan. Bukan tempat yang akhirnya mempertemukan. Kita hanya terjebak pada pikiran kita sendiri. Termasuk aku yang kemudian mengartikan pandangan dan tutur katamu.

***

Bukan waktu yang harus kusalahkan. Bukan tempat yang tak seharusnya kudatangi. Bukan masalah aku harus bagaimana seharusnya, dan juga bukan sebuah penyesalan dan ungkapan kata seandainya. Hatiku saja yang lemah. Memberi kesempatan pikiran untuk mengartikan sikapmu dengan salah. Kamu menganggapnya biasa, aku menganggapnya istimewa. Kamu mengingatnya, aku kira hanya padaku satu-satunya. Kamu tersenyum, aku menyangka hanya untuk aku saja. Semuanya karena aku sendiri. Aku yang tak kuat menahan diri.

Kesalahan otak dan hati yang terulang. Hari-hari yang seolah menjadi grup sorak gembira. Tempat yang selalu saja bertemu, dan khayalanku yang semakin akut, menyangka semuanya terjadi karena memang begitulah kita seharusnya, suatu saat nanti mungkin saja kita bersama.

Mungkin.

Suatu saat kita bersama.

Tapi aku lupa untuk mengkhayalkan jika suatu saat nanti kita justru tak pernah lagi berjumpa.

***

dan kamu tak juga menyadari.

atau mengkhayalkan hal yang sama.

atau... mungkin saja kau juga begitu, hanya aku saja yang tak tahu.

Namun seharusnya kamu tak boleh saja berdiam. Kamu harusnya bergerak cepat. Sangat cepat. Lebih cepat dari degupan jantungku, lebih cepat dari daya khayalanku.

Karena semakin lama aku menunggu, khayalanku makin gila. Kamu tahu artinya? aku sudah salah jatuh cinta.

***

Sekarang, setelah waktu dan tempat berulang kali memberi kita kesempatan untuk membuktikan hati. Aku mengira, hanya aku yang selama ini menanti. Kamu tidak.

***

atau kamu sebenarnya sudah sangat dekat?

***

beri aku sinyal atau pertanda, supaya aku tak terlarut menumpuk asa.

AOZORA (3) first


Hari yang indah untuk pergi ke gunung. 

Hari yang baik untuk menambah teman baru.

***

Sabtu hangat di akhir tahun itu aku masih ingat awal mula kita bertemu. Bagaimana hebatnya Tuhan menyusun rencana untuk mengenalkanku padamu.

Aku menunggu di tempat yang kalian tunjukkan. Entah menunggu siapa, nama saja aku tak mengenal. Lalu dua orang yang terasa tak asing datang tepat di belakangku, memanggil namaku. Memastikan apakah aku orang yang mereka cari.

Awan namanya, satu lagi aku lupa.

Saat itu, aku belum mengenalmu. Kita hanya saling mengenal nama lewat pesan singkat saja. 

***

Hari yang indah untuk menikmati alam. Hari yang baik untuk menambah kawan,

***

Satu jam tiga puluh menit perjalanan. Melewati kota, batas kota, jalan setapak, pegunungan, dan akhirnya sampai di tempat tujuan kita. Aku canggung, kamu canggung, kalian canggung. Tak ada yang kukenal. Kalian tahu saja, aku hanya sesosok manusia bumi yang tak pandai mencari kawan bicara.

Kamu yang pada akhirnya aku kenal dengan nama yang sangat berkesan sedang bergembira dengan malaikat-malaikat bumi ; bernyanyi dan menari.

Aku berpikir, mungkin kamu menyukainya, atau terpaksa melakukannya. Kemudian, dari sudut ruang kecil yang kita sebut surau itu, sesosok lain tertangkap di mataku. Sosok yang paling tak asing dari semua yang terasing. Namun dia hanya diam, tanpa menyapaku sama sekali, bahkan tersenyum pun tidak.

Ah iya! aku lupa.

Sedekat apapun kita, kita tak pernah saling melempar senyum atau sapa. Bahkan sekedar untuk bertanya.

Cukup tahu saja, jangan merasa kita dekat bahkan akrab!

Caramu sekilas memandangku seakan berkata begitu.

Lalu aku kembali terhanyut dalam alunan lagu-lagu nostalgia masa kecil dan kamu ; sosok yang sedari tadi tertawa, tersenyum, menari, dan bernyanyi.

Kamu siapa?

Selesaikanlah segera acara ini, biar aku bisa lebih mengenalmu atau setidaknya mengetahui namamu.

***

Tepuk tangan bergemuruh, sorak sorai meledak tanpa aku tahu penyebabnya. Kamu melempar senyum padaku.

Ya, padaku!

bukan pada orang lain yang lebih dikenal di sini melebihi aku. Senyum yang sekarang aku artikan sebagai peringatan, sesuatu yang jahat, dan menghanyutkan.

***

Kamu memintaku untuk berdiri. Mengenalkan nama pada orang-orang asing di sana. Kemudian waktu seolah mengerti apa yang kurasakan. Dia berjalan cepat. Seolah memberi kesempatan pada kita agar lebih saling dekat.

***

24 jam bersamamu di alam yang asing dan jauh dari hiruk pikuk kota. Aku sama sekali tak mengucap apa-apa, tak berbuat banyak, dan tak berkeinginan untuk mengetahuimu dalam-dalam. 

Lalu waktu menjadi tak sabar menghadapiku. Dia berjalan sangat cepat sampai akhirnya kita berpisah. 

Ini... hanya sementara kan?

Kita... akan bertemu lagi bukan?

Tanpa tersadar aku mengharapkannya.

Dan pada akhirnya namamu terdengar sampai ke telinga.

....Abdullah?

dan sepasang mata tanpa tersadar melempar pandang rahasia dan mungkin saja, pada akhirnya diantara kita sedang ada yang jatuh cinta.





AOZORA (1) tersesat


Aku tersesat.

Konon kata orang, tersesat membuatmu menemukan hal-hal baru. Mengubah suatu penyesalan dan ketidaksengajaan atau bahkan kebodohanmu menjadi sesuatu yang paling berkesan di hidupmu. 

Aku tersesat di tempat ini. Tepat di saat usiaku mulai menginjak kepala dua. Tempat yang tidak pernah sekalipun masuk dalam daftar mimpi, karena toh dalam bermimpi kita harus rasional, bukan? Jadi, bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat ini bukan suatu hal yang rasional untukku, terlebih untuk otak di kepalaku.

Tapi Tuhan punya jalan lain. Dia memilihku untuk menjadi bagian dari tempat mewah ini. Tentu saja mewah. Bangunan megah dan julukan sekolah prestisius yang bukan lagi tingkat kecamatan tapi sudah sampai internasional membuat orang yang mendengar namanya saja sudah berdecak kagum dan terpesona. Tempat yang konon katanya terlahir para bangsawan dan ahli terkemuka yang sekarang sudah 'eksis' di kursi nyaman gedung pemerintahan. Semua terlihat sempurna. Sampai membuat anak muda yang baru lulus jadi siswa berlomba-lomba masuk ke sana.

keren.

hebat.

pinter.

tiga kata yang bisa kamu peroleh kalau sudah berhasil masuk ke sana.

Mau kamu anak miskin atau kaya, kamu bisa masuk ke tempat ini. Tempat yang lebih melihat isi di otakmu daripada isi kantong dompet kulit tebal milik orang tuamu. Yaaa.. meskipun ada juga satu dua orang beruntung yang lahir dari golongan orang-orang 'beruntung'.

Lalu aku?

Aku termasuk orang-orang beruntung itu. Tersesat di tempat aneh dan asing yang tidak pernah ada dalam daftar 'target lokasi travelling masa depan'. Alih-alih menjadi target lokasi yang dikunjungi, mendengar namanya saja bawaannya mau kabur dan tutup telinga.

Aku adalah 'korban' dari cerita klasik orang tua dan anaknya.

Seperti cerita klasik anak-anak muda dengan orang tua yang mempunyai mimpi besar.

Hidup akan lebih mudah kalau kamu jadi mahasiswa 'dalam negeri, bukan 'luar negeri' (baca : swasta). Well, jangan emosi dulu bagi kamu yang pada akhirnya jadi mahasiswa luar negeri. trust me, aku pernah iri dengan status kalian itu. 

Coba kamu pilih.

a. jurusan bagus, tapi sekolahnya swasta

b. jurusan jelek, tapi sekolahnya negeri

well, tidak ada pilihan yang  buruk atau lebih baik. Semua bergantung pada kemampuan kita masing-masing dan paling utama adalah seberapa besar kamu mewujudkan rasa syukurmu. Why?  di luar sana masih banyak orang yang tidak lebih beruntung dari kita yang bisa sekolah tinggi-tinggi. Jadi, abaikan pertanyaan di atas dan bersyukurlah masih bisa hidup dan bernafas untuk bisa membaca tulisan ini.,  dan mengenyam pendidikan lebih tinggi.

***

Jadi, hidupku terus berjalan. Sama seperti hidupmu juga. Kamu yang bisa jadi salah satu mantan calon teman satu jurusanku mungkin saja sudah menikmati suka dukanya menjadi koas, berjas putih, dan... ah sudah! lupakan. Tuhan selalu memiliki rencana terindah untuk kita.

Lalu, untuk mengubur dalam-dalam impian menjadi salah satu bagian dari kamu, aku akhirnya menemukan tempat baru. Tidak hanya satu atau dua, kehilangan harapan mendapatkanmu membuatku suka sekali berpindah-pindah haluan.

Setahun pertama di tempat yang mungkin saja menjadi impianmu.

Aku tidak melakukan apa-apa.

Percaya?

Tentu saja tidak!

Seburuk apapun dan sesulit apapun aku untuk move-on, selalu ada orang baik yang mengulurkan tangannya untuk membawaku ke tempat baru, memberiku secercah harapan, dan membiusku dengan semangat mereka yang luar biasa.

Jadilah aku.

Anak BEM yang suka sekali pulang malam dengan alasan rapat kegiatan. Anak UKM yang hobi banget nongkrong cantik di sanggar buat sekedar makan, ngobrol, atau yang sedikit serius (baca : rapat), atau lain waktu jadi anak masjid yang kelihatan kalem, tapi masih suka pulang sendirian malem-malem.

Hidupku sibuk. 

Sesibuk kamu yang sudah mulai pusing dengan tutor dan materi blok setiap minggu.

***

Pernah dengar kata pepatah jawa? witing tresno jalaran soko kulino.

Baiklah, jangan mulai bosan dulu. Ini bukan tentang cerita klasik anak muda dengan cinta monyetnya. Bukan juga tentang kisah-kasih roman di sekolah yang ketahuan semut merah.

Kamu bisa menyebutnya pelarian, pertahanan diri, pembelaan, dan usaha mati-matian dari seseorang yang 'cinta'nya bertepuk sebelah tangan. Kalau boleh dibandingkan, ini mirip seperti usaha kamu buat mencintai sesuatu yang tidak pernah kamu cintai--dilirik saja enggak!, tapi justru menjadi bagian dari hidupmu yang harus kamu hadapi 24 jam dalam sehari seumur hidup. Well, mungkin ini terlalu berlebihan. Anggap saja seperti itu.

Enggak cukup dengan hidup di tempat yang aneh dan asing, tapi juga harus menghadapi sesuatu yang baru dan tidak pernah kamu niatkan untuk tahu. Ibaratkan saja seperti kamu yang sekarang jadi calon penghuni klinik di rumah sakit yang mati-matian belajar anatomi, beli buku mahal, dan rela nggak tidur buat belajar, pada akhirnya harus terdampar di tempat yang jauh sekali dengan bayanganmu.

Buku-bukumu berubah jadi kabel dan listrik, hafalan anatomimu nggak berguna, sebab kamu harus bergulat dengan soal matematika. Parahnya, otakmu sudah terlanjur melatih diri untuk hafalan dan bukan berhitung soal yang berisi angka semua.

Kamu kuat? Kuatlah! 

Kalau kamu percaya jika Tuhan tidak pernah memberikan suatu beban atau masalah melebihi kemampuan dari hambaNya. 

Jadi, hidupku mulai berubah, bukan sejak negara api menyerang, tapi sejak aku memutuskan untuk tidak daftar ulang dan justru menjadi bagian dari anak-anak pengejar mimpi yang ikut ujian masuk nasional.

***

Menjadi bagian dari hidupku saat ini tidak mudah.

Aku harus merelakan air mataku terbuang sia-sia meratapi mimpiku yang akhirnya melayang, belum lagi membayangkan dan melihat orang-orang sepertimu memakai jas putih di depanku.

Menjadi bagian dari hidupku saat ini enggak gampang.

Seringkali aku memilih berhenti dan melepaskan semuanya. Datang terlambat di hari ujian, tidur di saat ujian berlangsung, atau hal-hal konyol lain yang kulakukan untuk sekedar melampiaskan kecewa, tapi, kalau Tuhan sudah memutuskan, kita bisa apa?

Toh, kenyataannya aku diterima. Terlepas dari nilaiku yang nge-pas dan niat hatiku yang setengah-setengah. ehm.. seperempat aja bahkan sepertinya tidak ada.

kita harus selalu bersyukur. Itu saja.

lalu, pada saat kamu mulai membuka hati untuk bersyukur, semua pintu kebahagiaan satu per satu akan terbuka. Apa yang buruk menjadi indah, apa yang tidak memiliki harapan menjadi penuh pengharapan, dan hidupmu yang baru akan kembali menemukan ceritanya sendiri. 

***

Tentu saja, Tuhan selalu memberiku cara lain untuk mendekatimu. Tidak perlu menjadi kamu, tapi pada akhirnya kamu lah yang selalu merawatku.

Itu semua karena Dia mencintaiku, melebihi kecintaanku kepadamu.

***

(to be continued)





AKSARA #9 (a crack)


Jangan bermain hati.
Hati bukan benda yang dengan mudah sembuh dari luka. Selalu berbekas. Selalu membekas.
Jangan bermain hati.
hati bukan untuk bahan candaan, keisengan semata, atau hanya permainan kata.
Hati tidak sesederhana itu, tapi juga tak serumit yang kau pikirkan.
***
Apa kabar, Hati?
Tulisan ini untuk seseorang yang terluka hatinya karena cinta.
Selalu begitu bukan?
Cinta selalu menjadi kambing hitam atas sakit yang kalian derita.
Masalahnya, cinta ini bukan cinta biasa. Bukan cinta kemarin sore yang hanya mengenal bahagia dan bahagia.
Cinta ini sudah tercatat di singgasana langit.
Gema suara janjinya telah menggetarkan alam raya.
Cinta kali ini bukan cinta main-main, Hati.
Bukan cinta yang bisa diputus lalu nyambung lagi.
Bukan lagi tentang aku dan kamu, tapi tentang kita.
***
Ada yang telah terluka, Hati.
Sudah mereda, tapi bekasnya masih terasa.
Sudah sembuh, tapi lukanya meninggalkan tanda.
Sudah dapat tersenyum, tapi di hatinya mulai tumbuh keraguan.
***
Kemudian..
Aku menjadi takut, Hati.
Takut bermain denganmu dan takut memberikanmu pada orang lain. Takut terluka dan membuat luka. Takut dikhianati dan tanpa sadar berkhianat. Takut jika langit marah telah kubuat kecewa.
Takut jika kamu mulai retak.
Dan tak dapat kembali ke tempat semula.
Patria,4216/923

Rabu, 03 Februari 2016

AOZORA (7) come back

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.50 0 komentar

Akan ada saat di mana kita tak bernafsu menginginkan sesuatu. Tak lagi berharap lebih dan berlari mengejar segala hal. saat di mana hati kita terasa penuh tapi kosong. Saat di mana hati kita terisi, tapi hampa.

Kita hanya butuh satu hal.
Ampunan-Nya.

***

Akan ada waktu di mana kita memilih berhenti dan sekedar merenung. Keindahan dunia menjadi tak seindah dulu dan kebahagiaan bumi berubah jadi semu.

Dan kita tersadar...
Tujuan masih jauh, bahkan sejauh memandang seolah tak akan terengkuh.

***

Kita terlalu sibuk mengejar, tanpa bertanya, apakah Dia membukakan pintuNya untuk kita. Terlalu percaya, kita lebih dekat, tanpa bertanya apakah Dia melihat kita walau sesaat.

***

Akan ada waktu di mana kita mulai takut mati. Takut yang terlambat datang ketika maut sudah lebih dulu membisikan ketakutan.

***

AOZORA (4) virus

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.43 0 komentar

Bukan waktu yang memberikan kesempatan. Bukan tempat yang akhirnya mempertemukan. Kita hanya terjebak pada pikiran kita sendiri. Termasuk aku yang kemudian mengartikan pandangan dan tutur katamu.

***

Bukan waktu yang harus kusalahkan. Bukan tempat yang tak seharusnya kudatangi. Bukan masalah aku harus bagaimana seharusnya, dan juga bukan sebuah penyesalan dan ungkapan kata seandainya. Hatiku saja yang lemah. Memberi kesempatan pikiran untuk mengartikan sikapmu dengan salah. Kamu menganggapnya biasa, aku menganggapnya istimewa. Kamu mengingatnya, aku kira hanya padaku satu-satunya. Kamu tersenyum, aku menyangka hanya untuk aku saja. Semuanya karena aku sendiri. Aku yang tak kuat menahan diri.

Kesalahan otak dan hati yang terulang. Hari-hari yang seolah menjadi grup sorak gembira. Tempat yang selalu saja bertemu, dan khayalanku yang semakin akut, menyangka semuanya terjadi karena memang begitulah kita seharusnya, suatu saat nanti mungkin saja kita bersama.

Mungkin.

Suatu saat kita bersama.

Tapi aku lupa untuk mengkhayalkan jika suatu saat nanti kita justru tak pernah lagi berjumpa.

***

dan kamu tak juga menyadari.

atau mengkhayalkan hal yang sama.

atau... mungkin saja kau juga begitu, hanya aku saja yang tak tahu.

Namun seharusnya kamu tak boleh saja berdiam. Kamu harusnya bergerak cepat. Sangat cepat. Lebih cepat dari degupan jantungku, lebih cepat dari daya khayalanku.

Karena semakin lama aku menunggu, khayalanku makin gila. Kamu tahu artinya? aku sudah salah jatuh cinta.

***

Sekarang, setelah waktu dan tempat berulang kali memberi kita kesempatan untuk membuktikan hati. Aku mengira, hanya aku yang selama ini menanti. Kamu tidak.

***

atau kamu sebenarnya sudah sangat dekat?

***

beri aku sinyal atau pertanda, supaya aku tak terlarut menumpuk asa.

AOZORA (3) first

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.39 0 komentar

Hari yang indah untuk pergi ke gunung. 

Hari yang baik untuk menambah teman baru.

***

Sabtu hangat di akhir tahun itu aku masih ingat awal mula kita bertemu. Bagaimana hebatnya Tuhan menyusun rencana untuk mengenalkanku padamu.

Aku menunggu di tempat yang kalian tunjukkan. Entah menunggu siapa, nama saja aku tak mengenal. Lalu dua orang yang terasa tak asing datang tepat di belakangku, memanggil namaku. Memastikan apakah aku orang yang mereka cari.

Awan namanya, satu lagi aku lupa.

Saat itu, aku belum mengenalmu. Kita hanya saling mengenal nama lewat pesan singkat saja. 

***

Hari yang indah untuk menikmati alam. Hari yang baik untuk menambah kawan,

***

Satu jam tiga puluh menit perjalanan. Melewati kota, batas kota, jalan setapak, pegunungan, dan akhirnya sampai di tempat tujuan kita. Aku canggung, kamu canggung, kalian canggung. Tak ada yang kukenal. Kalian tahu saja, aku hanya sesosok manusia bumi yang tak pandai mencari kawan bicara.

Kamu yang pada akhirnya aku kenal dengan nama yang sangat berkesan sedang bergembira dengan malaikat-malaikat bumi ; bernyanyi dan menari.

Aku berpikir, mungkin kamu menyukainya, atau terpaksa melakukannya. Kemudian, dari sudut ruang kecil yang kita sebut surau itu, sesosok lain tertangkap di mataku. Sosok yang paling tak asing dari semua yang terasing. Namun dia hanya diam, tanpa menyapaku sama sekali, bahkan tersenyum pun tidak.

Ah iya! aku lupa.

Sedekat apapun kita, kita tak pernah saling melempar senyum atau sapa. Bahkan sekedar untuk bertanya.

Cukup tahu saja, jangan merasa kita dekat bahkan akrab!

Caramu sekilas memandangku seakan berkata begitu.

Lalu aku kembali terhanyut dalam alunan lagu-lagu nostalgia masa kecil dan kamu ; sosok yang sedari tadi tertawa, tersenyum, menari, dan bernyanyi.

Kamu siapa?

Selesaikanlah segera acara ini, biar aku bisa lebih mengenalmu atau setidaknya mengetahui namamu.

***

Tepuk tangan bergemuruh, sorak sorai meledak tanpa aku tahu penyebabnya. Kamu melempar senyum padaku.

Ya, padaku!

bukan pada orang lain yang lebih dikenal di sini melebihi aku. Senyum yang sekarang aku artikan sebagai peringatan, sesuatu yang jahat, dan menghanyutkan.

***

Kamu memintaku untuk berdiri. Mengenalkan nama pada orang-orang asing di sana. Kemudian waktu seolah mengerti apa yang kurasakan. Dia berjalan cepat. Seolah memberi kesempatan pada kita agar lebih saling dekat.

***

24 jam bersamamu di alam yang asing dan jauh dari hiruk pikuk kota. Aku sama sekali tak mengucap apa-apa, tak berbuat banyak, dan tak berkeinginan untuk mengetahuimu dalam-dalam. 

Lalu waktu menjadi tak sabar menghadapiku. Dia berjalan sangat cepat sampai akhirnya kita berpisah. 

Ini... hanya sementara kan?

Kita... akan bertemu lagi bukan?

Tanpa tersadar aku mengharapkannya.

Dan pada akhirnya namamu terdengar sampai ke telinga.

....Abdullah?

dan sepasang mata tanpa tersadar melempar pandang rahasia dan mungkin saja, pada akhirnya diantara kita sedang ada yang jatuh cinta.





AOZORA (1) tersesat

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.36 0 komentar

Aku tersesat.

Konon kata orang, tersesat membuatmu menemukan hal-hal baru. Mengubah suatu penyesalan dan ketidaksengajaan atau bahkan kebodohanmu menjadi sesuatu yang paling berkesan di hidupmu. 

Aku tersesat di tempat ini. Tepat di saat usiaku mulai menginjak kepala dua. Tempat yang tidak pernah sekalipun masuk dalam daftar mimpi, karena toh dalam bermimpi kita harus rasional, bukan? Jadi, bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat ini bukan suatu hal yang rasional untukku, terlebih untuk otak di kepalaku.

Tapi Tuhan punya jalan lain. Dia memilihku untuk menjadi bagian dari tempat mewah ini. Tentu saja mewah. Bangunan megah dan julukan sekolah prestisius yang bukan lagi tingkat kecamatan tapi sudah sampai internasional membuat orang yang mendengar namanya saja sudah berdecak kagum dan terpesona. Tempat yang konon katanya terlahir para bangsawan dan ahli terkemuka yang sekarang sudah 'eksis' di kursi nyaman gedung pemerintahan. Semua terlihat sempurna. Sampai membuat anak muda yang baru lulus jadi siswa berlomba-lomba masuk ke sana.

keren.

hebat.

pinter.

tiga kata yang bisa kamu peroleh kalau sudah berhasil masuk ke sana.

Mau kamu anak miskin atau kaya, kamu bisa masuk ke tempat ini. Tempat yang lebih melihat isi di otakmu daripada isi kantong dompet kulit tebal milik orang tuamu. Yaaa.. meskipun ada juga satu dua orang beruntung yang lahir dari golongan orang-orang 'beruntung'.

Lalu aku?

Aku termasuk orang-orang beruntung itu. Tersesat di tempat aneh dan asing yang tidak pernah ada dalam daftar 'target lokasi travelling masa depan'. Alih-alih menjadi target lokasi yang dikunjungi, mendengar namanya saja bawaannya mau kabur dan tutup telinga.

Aku adalah 'korban' dari cerita klasik orang tua dan anaknya.

Seperti cerita klasik anak-anak muda dengan orang tua yang mempunyai mimpi besar.

Hidup akan lebih mudah kalau kamu jadi mahasiswa 'dalam negeri, bukan 'luar negeri' (baca : swasta). Well, jangan emosi dulu bagi kamu yang pada akhirnya jadi mahasiswa luar negeri. trust me, aku pernah iri dengan status kalian itu. 

Coba kamu pilih.

a. jurusan bagus, tapi sekolahnya swasta

b. jurusan jelek, tapi sekolahnya negeri

well, tidak ada pilihan yang  buruk atau lebih baik. Semua bergantung pada kemampuan kita masing-masing dan paling utama adalah seberapa besar kamu mewujudkan rasa syukurmu. Why?  di luar sana masih banyak orang yang tidak lebih beruntung dari kita yang bisa sekolah tinggi-tinggi. Jadi, abaikan pertanyaan di atas dan bersyukurlah masih bisa hidup dan bernafas untuk bisa membaca tulisan ini.,  dan mengenyam pendidikan lebih tinggi.

***

Jadi, hidupku terus berjalan. Sama seperti hidupmu juga. Kamu yang bisa jadi salah satu mantan calon teman satu jurusanku mungkin saja sudah menikmati suka dukanya menjadi koas, berjas putih, dan... ah sudah! lupakan. Tuhan selalu memiliki rencana terindah untuk kita.

Lalu, untuk mengubur dalam-dalam impian menjadi salah satu bagian dari kamu, aku akhirnya menemukan tempat baru. Tidak hanya satu atau dua, kehilangan harapan mendapatkanmu membuatku suka sekali berpindah-pindah haluan.

Setahun pertama di tempat yang mungkin saja menjadi impianmu.

Aku tidak melakukan apa-apa.

Percaya?

Tentu saja tidak!

Seburuk apapun dan sesulit apapun aku untuk move-on, selalu ada orang baik yang mengulurkan tangannya untuk membawaku ke tempat baru, memberiku secercah harapan, dan membiusku dengan semangat mereka yang luar biasa.

Jadilah aku.

Anak BEM yang suka sekali pulang malam dengan alasan rapat kegiatan. Anak UKM yang hobi banget nongkrong cantik di sanggar buat sekedar makan, ngobrol, atau yang sedikit serius (baca : rapat), atau lain waktu jadi anak masjid yang kelihatan kalem, tapi masih suka pulang sendirian malem-malem.

Hidupku sibuk. 

Sesibuk kamu yang sudah mulai pusing dengan tutor dan materi blok setiap minggu.

***

Pernah dengar kata pepatah jawa? witing tresno jalaran soko kulino.

Baiklah, jangan mulai bosan dulu. Ini bukan tentang cerita klasik anak muda dengan cinta monyetnya. Bukan juga tentang kisah-kasih roman di sekolah yang ketahuan semut merah.

Kamu bisa menyebutnya pelarian, pertahanan diri, pembelaan, dan usaha mati-matian dari seseorang yang 'cinta'nya bertepuk sebelah tangan. Kalau boleh dibandingkan, ini mirip seperti usaha kamu buat mencintai sesuatu yang tidak pernah kamu cintai--dilirik saja enggak!, tapi justru menjadi bagian dari hidupmu yang harus kamu hadapi 24 jam dalam sehari seumur hidup. Well, mungkin ini terlalu berlebihan. Anggap saja seperti itu.

Enggak cukup dengan hidup di tempat yang aneh dan asing, tapi juga harus menghadapi sesuatu yang baru dan tidak pernah kamu niatkan untuk tahu. Ibaratkan saja seperti kamu yang sekarang jadi calon penghuni klinik di rumah sakit yang mati-matian belajar anatomi, beli buku mahal, dan rela nggak tidur buat belajar, pada akhirnya harus terdampar di tempat yang jauh sekali dengan bayanganmu.

Buku-bukumu berubah jadi kabel dan listrik, hafalan anatomimu nggak berguna, sebab kamu harus bergulat dengan soal matematika. Parahnya, otakmu sudah terlanjur melatih diri untuk hafalan dan bukan berhitung soal yang berisi angka semua.

Kamu kuat? Kuatlah! 

Kalau kamu percaya jika Tuhan tidak pernah memberikan suatu beban atau masalah melebihi kemampuan dari hambaNya. 

Jadi, hidupku mulai berubah, bukan sejak negara api menyerang, tapi sejak aku memutuskan untuk tidak daftar ulang dan justru menjadi bagian dari anak-anak pengejar mimpi yang ikut ujian masuk nasional.

***

Menjadi bagian dari hidupku saat ini tidak mudah.

Aku harus merelakan air mataku terbuang sia-sia meratapi mimpiku yang akhirnya melayang, belum lagi membayangkan dan melihat orang-orang sepertimu memakai jas putih di depanku.

Menjadi bagian dari hidupku saat ini enggak gampang.

Seringkali aku memilih berhenti dan melepaskan semuanya. Datang terlambat di hari ujian, tidur di saat ujian berlangsung, atau hal-hal konyol lain yang kulakukan untuk sekedar melampiaskan kecewa, tapi, kalau Tuhan sudah memutuskan, kita bisa apa?

Toh, kenyataannya aku diterima. Terlepas dari nilaiku yang nge-pas dan niat hatiku yang setengah-setengah. ehm.. seperempat aja bahkan sepertinya tidak ada.

kita harus selalu bersyukur. Itu saja.

lalu, pada saat kamu mulai membuka hati untuk bersyukur, semua pintu kebahagiaan satu per satu akan terbuka. Apa yang buruk menjadi indah, apa yang tidak memiliki harapan menjadi penuh pengharapan, dan hidupmu yang baru akan kembali menemukan ceritanya sendiri. 

***

Tentu saja, Tuhan selalu memberiku cara lain untuk mendekatimu. Tidak perlu menjadi kamu, tapi pada akhirnya kamu lah yang selalu merawatku.

Itu semua karena Dia mencintaiku, melebihi kecintaanku kepadamu.

***

(to be continued)





AKSARA #9 (a crack)

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.23 0 komentar
Jangan bermain hati.
Hati bukan benda yang dengan mudah sembuh dari luka. Selalu berbekas. Selalu membekas.
Jangan bermain hati.
hati bukan untuk bahan candaan, keisengan semata, atau hanya permainan kata.
Hati tidak sesederhana itu, tapi juga tak serumit yang kau pikirkan.
***
Apa kabar, Hati?
Tulisan ini untuk seseorang yang terluka hatinya karena cinta.
Selalu begitu bukan?
Cinta selalu menjadi kambing hitam atas sakit yang kalian derita.
Masalahnya, cinta ini bukan cinta biasa. Bukan cinta kemarin sore yang hanya mengenal bahagia dan bahagia.
Cinta ini sudah tercatat di singgasana langit.
Gema suara janjinya telah menggetarkan alam raya.
Cinta kali ini bukan cinta main-main, Hati.
Bukan cinta yang bisa diputus lalu nyambung lagi.
Bukan lagi tentang aku dan kamu, tapi tentang kita.
***
Ada yang telah terluka, Hati.
Sudah mereda, tapi bekasnya masih terasa.
Sudah sembuh, tapi lukanya meninggalkan tanda.
Sudah dapat tersenyum, tapi di hatinya mulai tumbuh keraguan.
***
Kemudian..
Aku menjadi takut, Hati.
Takut bermain denganmu dan takut memberikanmu pada orang lain. Takut terluka dan membuat luka. Takut dikhianati dan tanpa sadar berkhianat. Takut jika langit marah telah kubuat kecewa.
Takut jika kamu mulai retak.
Dan tak dapat kembali ke tempat semula.
Patria,4216/923
 

HANANIA MIRAI (hanami) Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon blogger template for web hosting Flower Image by Dapino