Rabu, 03 Februari 2016

AOZORA (1) tersesat


Aku tersesat.

Konon kata orang, tersesat membuatmu menemukan hal-hal baru. Mengubah suatu penyesalan dan ketidaksengajaan atau bahkan kebodohanmu menjadi sesuatu yang paling berkesan di hidupmu. 

Aku tersesat di tempat ini. Tepat di saat usiaku mulai menginjak kepala dua. Tempat yang tidak pernah sekalipun masuk dalam daftar mimpi, karena toh dalam bermimpi kita harus rasional, bukan? Jadi, bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat ini bukan suatu hal yang rasional untukku, terlebih untuk otak di kepalaku.

Tapi Tuhan punya jalan lain. Dia memilihku untuk menjadi bagian dari tempat mewah ini. Tentu saja mewah. Bangunan megah dan julukan sekolah prestisius yang bukan lagi tingkat kecamatan tapi sudah sampai internasional membuat orang yang mendengar namanya saja sudah berdecak kagum dan terpesona. Tempat yang konon katanya terlahir para bangsawan dan ahli terkemuka yang sekarang sudah 'eksis' di kursi nyaman gedung pemerintahan. Semua terlihat sempurna. Sampai membuat anak muda yang baru lulus jadi siswa berlomba-lomba masuk ke sana.

keren.

hebat.

pinter.

tiga kata yang bisa kamu peroleh kalau sudah berhasil masuk ke sana.

Mau kamu anak miskin atau kaya, kamu bisa masuk ke tempat ini. Tempat yang lebih melihat isi di otakmu daripada isi kantong dompet kulit tebal milik orang tuamu. Yaaa.. meskipun ada juga satu dua orang beruntung yang lahir dari golongan orang-orang 'beruntung'.

Lalu aku?

Aku termasuk orang-orang beruntung itu. Tersesat di tempat aneh dan asing yang tidak pernah ada dalam daftar 'target lokasi travelling masa depan'. Alih-alih menjadi target lokasi yang dikunjungi, mendengar namanya saja bawaannya mau kabur dan tutup telinga.

Aku adalah 'korban' dari cerita klasik orang tua dan anaknya.

Seperti cerita klasik anak-anak muda dengan orang tua yang mempunyai mimpi besar.

Hidup akan lebih mudah kalau kamu jadi mahasiswa 'dalam negeri, bukan 'luar negeri' (baca : swasta). Well, jangan emosi dulu bagi kamu yang pada akhirnya jadi mahasiswa luar negeri. trust me, aku pernah iri dengan status kalian itu. 

Coba kamu pilih.

a. jurusan bagus, tapi sekolahnya swasta

b. jurusan jelek, tapi sekolahnya negeri

well, tidak ada pilihan yang  buruk atau lebih baik. Semua bergantung pada kemampuan kita masing-masing dan paling utama adalah seberapa besar kamu mewujudkan rasa syukurmu. Why?  di luar sana masih banyak orang yang tidak lebih beruntung dari kita yang bisa sekolah tinggi-tinggi. Jadi, abaikan pertanyaan di atas dan bersyukurlah masih bisa hidup dan bernafas untuk bisa membaca tulisan ini.,  dan mengenyam pendidikan lebih tinggi.

***

Jadi, hidupku terus berjalan. Sama seperti hidupmu juga. Kamu yang bisa jadi salah satu mantan calon teman satu jurusanku mungkin saja sudah menikmati suka dukanya menjadi koas, berjas putih, dan... ah sudah! lupakan. Tuhan selalu memiliki rencana terindah untuk kita.

Lalu, untuk mengubur dalam-dalam impian menjadi salah satu bagian dari kamu, aku akhirnya menemukan tempat baru. Tidak hanya satu atau dua, kehilangan harapan mendapatkanmu membuatku suka sekali berpindah-pindah haluan.

Setahun pertama di tempat yang mungkin saja menjadi impianmu.

Aku tidak melakukan apa-apa.

Percaya?

Tentu saja tidak!

Seburuk apapun dan sesulit apapun aku untuk move-on, selalu ada orang baik yang mengulurkan tangannya untuk membawaku ke tempat baru, memberiku secercah harapan, dan membiusku dengan semangat mereka yang luar biasa.

Jadilah aku.

Anak BEM yang suka sekali pulang malam dengan alasan rapat kegiatan. Anak UKM yang hobi banget nongkrong cantik di sanggar buat sekedar makan, ngobrol, atau yang sedikit serius (baca : rapat), atau lain waktu jadi anak masjid yang kelihatan kalem, tapi masih suka pulang sendirian malem-malem.

Hidupku sibuk. 

Sesibuk kamu yang sudah mulai pusing dengan tutor dan materi blok setiap minggu.

***

Pernah dengar kata pepatah jawa? witing tresno jalaran soko kulino.

Baiklah, jangan mulai bosan dulu. Ini bukan tentang cerita klasik anak muda dengan cinta monyetnya. Bukan juga tentang kisah-kasih roman di sekolah yang ketahuan semut merah.

Kamu bisa menyebutnya pelarian, pertahanan diri, pembelaan, dan usaha mati-matian dari seseorang yang 'cinta'nya bertepuk sebelah tangan. Kalau boleh dibandingkan, ini mirip seperti usaha kamu buat mencintai sesuatu yang tidak pernah kamu cintai--dilirik saja enggak!, tapi justru menjadi bagian dari hidupmu yang harus kamu hadapi 24 jam dalam sehari seumur hidup. Well, mungkin ini terlalu berlebihan. Anggap saja seperti itu.

Enggak cukup dengan hidup di tempat yang aneh dan asing, tapi juga harus menghadapi sesuatu yang baru dan tidak pernah kamu niatkan untuk tahu. Ibaratkan saja seperti kamu yang sekarang jadi calon penghuni klinik di rumah sakit yang mati-matian belajar anatomi, beli buku mahal, dan rela nggak tidur buat belajar, pada akhirnya harus terdampar di tempat yang jauh sekali dengan bayanganmu.

Buku-bukumu berubah jadi kabel dan listrik, hafalan anatomimu nggak berguna, sebab kamu harus bergulat dengan soal matematika. Parahnya, otakmu sudah terlanjur melatih diri untuk hafalan dan bukan berhitung soal yang berisi angka semua.

Kamu kuat? Kuatlah! 

Kalau kamu percaya jika Tuhan tidak pernah memberikan suatu beban atau masalah melebihi kemampuan dari hambaNya. 

Jadi, hidupku mulai berubah, bukan sejak negara api menyerang, tapi sejak aku memutuskan untuk tidak daftar ulang dan justru menjadi bagian dari anak-anak pengejar mimpi yang ikut ujian masuk nasional.

***

Menjadi bagian dari hidupku saat ini tidak mudah.

Aku harus merelakan air mataku terbuang sia-sia meratapi mimpiku yang akhirnya melayang, belum lagi membayangkan dan melihat orang-orang sepertimu memakai jas putih di depanku.

Menjadi bagian dari hidupku saat ini enggak gampang.

Seringkali aku memilih berhenti dan melepaskan semuanya. Datang terlambat di hari ujian, tidur di saat ujian berlangsung, atau hal-hal konyol lain yang kulakukan untuk sekedar melampiaskan kecewa, tapi, kalau Tuhan sudah memutuskan, kita bisa apa?

Toh, kenyataannya aku diterima. Terlepas dari nilaiku yang nge-pas dan niat hatiku yang setengah-setengah. ehm.. seperempat aja bahkan sepertinya tidak ada.

kita harus selalu bersyukur. Itu saja.

lalu, pada saat kamu mulai membuka hati untuk bersyukur, semua pintu kebahagiaan satu per satu akan terbuka. Apa yang buruk menjadi indah, apa yang tidak memiliki harapan menjadi penuh pengharapan, dan hidupmu yang baru akan kembali menemukan ceritanya sendiri. 

***

Tentu saja, Tuhan selalu memberiku cara lain untuk mendekatimu. Tidak perlu menjadi kamu, tapi pada akhirnya kamu lah yang selalu merawatku.

Itu semua karena Dia mencintaiku, melebihi kecintaanku kepadamu.

***

(to be continued)





0 comments:

Posting Komentar

Rabu, 03 Februari 2016

AOZORA (1) tersesat

Diposting oleh annisa ratu aqilah di 18.36

Aku tersesat.

Konon kata orang, tersesat membuatmu menemukan hal-hal baru. Mengubah suatu penyesalan dan ketidaksengajaan atau bahkan kebodohanmu menjadi sesuatu yang paling berkesan di hidupmu. 

Aku tersesat di tempat ini. Tepat di saat usiaku mulai menginjak kepala dua. Tempat yang tidak pernah sekalipun masuk dalam daftar mimpi, karena toh dalam bermimpi kita harus rasional, bukan? Jadi, bermimpi untuk menjadi bagian dari tempat ini bukan suatu hal yang rasional untukku, terlebih untuk otak di kepalaku.

Tapi Tuhan punya jalan lain. Dia memilihku untuk menjadi bagian dari tempat mewah ini. Tentu saja mewah. Bangunan megah dan julukan sekolah prestisius yang bukan lagi tingkat kecamatan tapi sudah sampai internasional membuat orang yang mendengar namanya saja sudah berdecak kagum dan terpesona. Tempat yang konon katanya terlahir para bangsawan dan ahli terkemuka yang sekarang sudah 'eksis' di kursi nyaman gedung pemerintahan. Semua terlihat sempurna. Sampai membuat anak muda yang baru lulus jadi siswa berlomba-lomba masuk ke sana.

keren.

hebat.

pinter.

tiga kata yang bisa kamu peroleh kalau sudah berhasil masuk ke sana.

Mau kamu anak miskin atau kaya, kamu bisa masuk ke tempat ini. Tempat yang lebih melihat isi di otakmu daripada isi kantong dompet kulit tebal milik orang tuamu. Yaaa.. meskipun ada juga satu dua orang beruntung yang lahir dari golongan orang-orang 'beruntung'.

Lalu aku?

Aku termasuk orang-orang beruntung itu. Tersesat di tempat aneh dan asing yang tidak pernah ada dalam daftar 'target lokasi travelling masa depan'. Alih-alih menjadi target lokasi yang dikunjungi, mendengar namanya saja bawaannya mau kabur dan tutup telinga.

Aku adalah 'korban' dari cerita klasik orang tua dan anaknya.

Seperti cerita klasik anak-anak muda dengan orang tua yang mempunyai mimpi besar.

Hidup akan lebih mudah kalau kamu jadi mahasiswa 'dalam negeri, bukan 'luar negeri' (baca : swasta). Well, jangan emosi dulu bagi kamu yang pada akhirnya jadi mahasiswa luar negeri. trust me, aku pernah iri dengan status kalian itu. 

Coba kamu pilih.

a. jurusan bagus, tapi sekolahnya swasta

b. jurusan jelek, tapi sekolahnya negeri

well, tidak ada pilihan yang  buruk atau lebih baik. Semua bergantung pada kemampuan kita masing-masing dan paling utama adalah seberapa besar kamu mewujudkan rasa syukurmu. Why?  di luar sana masih banyak orang yang tidak lebih beruntung dari kita yang bisa sekolah tinggi-tinggi. Jadi, abaikan pertanyaan di atas dan bersyukurlah masih bisa hidup dan bernafas untuk bisa membaca tulisan ini.,  dan mengenyam pendidikan lebih tinggi.

***

Jadi, hidupku terus berjalan. Sama seperti hidupmu juga. Kamu yang bisa jadi salah satu mantan calon teman satu jurusanku mungkin saja sudah menikmati suka dukanya menjadi koas, berjas putih, dan... ah sudah! lupakan. Tuhan selalu memiliki rencana terindah untuk kita.

Lalu, untuk mengubur dalam-dalam impian menjadi salah satu bagian dari kamu, aku akhirnya menemukan tempat baru. Tidak hanya satu atau dua, kehilangan harapan mendapatkanmu membuatku suka sekali berpindah-pindah haluan.

Setahun pertama di tempat yang mungkin saja menjadi impianmu.

Aku tidak melakukan apa-apa.

Percaya?

Tentu saja tidak!

Seburuk apapun dan sesulit apapun aku untuk move-on, selalu ada orang baik yang mengulurkan tangannya untuk membawaku ke tempat baru, memberiku secercah harapan, dan membiusku dengan semangat mereka yang luar biasa.

Jadilah aku.

Anak BEM yang suka sekali pulang malam dengan alasan rapat kegiatan. Anak UKM yang hobi banget nongkrong cantik di sanggar buat sekedar makan, ngobrol, atau yang sedikit serius (baca : rapat), atau lain waktu jadi anak masjid yang kelihatan kalem, tapi masih suka pulang sendirian malem-malem.

Hidupku sibuk. 

Sesibuk kamu yang sudah mulai pusing dengan tutor dan materi blok setiap minggu.

***

Pernah dengar kata pepatah jawa? witing tresno jalaran soko kulino.

Baiklah, jangan mulai bosan dulu. Ini bukan tentang cerita klasik anak muda dengan cinta monyetnya. Bukan juga tentang kisah-kasih roman di sekolah yang ketahuan semut merah.

Kamu bisa menyebutnya pelarian, pertahanan diri, pembelaan, dan usaha mati-matian dari seseorang yang 'cinta'nya bertepuk sebelah tangan. Kalau boleh dibandingkan, ini mirip seperti usaha kamu buat mencintai sesuatu yang tidak pernah kamu cintai--dilirik saja enggak!, tapi justru menjadi bagian dari hidupmu yang harus kamu hadapi 24 jam dalam sehari seumur hidup. Well, mungkin ini terlalu berlebihan. Anggap saja seperti itu.

Enggak cukup dengan hidup di tempat yang aneh dan asing, tapi juga harus menghadapi sesuatu yang baru dan tidak pernah kamu niatkan untuk tahu. Ibaratkan saja seperti kamu yang sekarang jadi calon penghuni klinik di rumah sakit yang mati-matian belajar anatomi, beli buku mahal, dan rela nggak tidur buat belajar, pada akhirnya harus terdampar di tempat yang jauh sekali dengan bayanganmu.

Buku-bukumu berubah jadi kabel dan listrik, hafalan anatomimu nggak berguna, sebab kamu harus bergulat dengan soal matematika. Parahnya, otakmu sudah terlanjur melatih diri untuk hafalan dan bukan berhitung soal yang berisi angka semua.

Kamu kuat? Kuatlah! 

Kalau kamu percaya jika Tuhan tidak pernah memberikan suatu beban atau masalah melebihi kemampuan dari hambaNya. 

Jadi, hidupku mulai berubah, bukan sejak negara api menyerang, tapi sejak aku memutuskan untuk tidak daftar ulang dan justru menjadi bagian dari anak-anak pengejar mimpi yang ikut ujian masuk nasional.

***

Menjadi bagian dari hidupku saat ini tidak mudah.

Aku harus merelakan air mataku terbuang sia-sia meratapi mimpiku yang akhirnya melayang, belum lagi membayangkan dan melihat orang-orang sepertimu memakai jas putih di depanku.

Menjadi bagian dari hidupku saat ini enggak gampang.

Seringkali aku memilih berhenti dan melepaskan semuanya. Datang terlambat di hari ujian, tidur di saat ujian berlangsung, atau hal-hal konyol lain yang kulakukan untuk sekedar melampiaskan kecewa, tapi, kalau Tuhan sudah memutuskan, kita bisa apa?

Toh, kenyataannya aku diterima. Terlepas dari nilaiku yang nge-pas dan niat hatiku yang setengah-setengah. ehm.. seperempat aja bahkan sepertinya tidak ada.

kita harus selalu bersyukur. Itu saja.

lalu, pada saat kamu mulai membuka hati untuk bersyukur, semua pintu kebahagiaan satu per satu akan terbuka. Apa yang buruk menjadi indah, apa yang tidak memiliki harapan menjadi penuh pengharapan, dan hidupmu yang baru akan kembali menemukan ceritanya sendiri. 

***

Tentu saja, Tuhan selalu memberiku cara lain untuk mendekatimu. Tidak perlu menjadi kamu, tapi pada akhirnya kamu lah yang selalu merawatku.

Itu semua karena Dia mencintaiku, melebihi kecintaanku kepadamu.

***

(to be continued)





0 komentar on "AOZORA (1) tersesat"

Posting Komentar

 

HANANIA MIRAI (hanami) Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon blogger template for web hosting Flower Image by Dapino